Kita memasuki Tahun Baru Islam 1 Muharam 1436 H, Sabtu 25
Oktober 2014. Mari kita mensikapi momentum tersebut dengan muhasabah
(introspeksi diri), misalnya apakah ibadah atau amal saleh kita selama ini
sudah memenuhi syarat untuk diterima oleh Allah SWT.

Dengan datangnya tahun baru ini, semoga semangat untuk
membangun kemegahan akhirat lebih kuat dari semangat untuk membangun kemegahan
dunia. Kedua, pada tanggal 1 Muharram kita menyaksikan suatu perubahan waktu
yang ditandai oleh pergeseran alam, yaitu munculnya bulan sabit tahun baru di
ufuk barat. Dari sini kita menyaksikan diri kita berjalan seirama dengan
perjalanan segala wujud di alam ini. Allah SWT yang menciptakan semua mahluk,
selalu mengajarkan kita agar senantiasa memperhatikan kebesaraNya dengan
menyaksikan ketaraturan dan kerapian ciptaanNya di alam semesta ini. Untuk itu
kita diajarkan pula agar dalam menjalani ibadah kepadaNya selalu memperhatikan
waktu-waktu tertentu yang sejalan dengan perputaran tata surya.
Sangat disayangkan kalau banyak Orang Islam tidak mengenal
Tahun Hijriah secara pasti, apalagi menggunakannya sebagai ketentuan
penanggalan aktifitas. Hal ini dikarenakan kita hidup di alam yang telah
didominasi oleh sistim dan tatanan yang bukan berasal dari Islam. Bahkan,
sekedar tahu terjadi pergantian Tahun baru Hijriah saja lantaran kalender
warnanya merah alias hari libur. Artikel ini bertujuan memberi pemahaman kepada
umat Islam agar tahu sejarah tahunnya sendiri, dan agar memiliki identitas dan
jatidiri sebagai orang beragama. Tahun pertama Hijriah dimulai pada hari Jumat,
1 Muharram yang bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M.
Sejarah Penentuan Tahun Baru Hijriah
sejarah digunakannya sistem perhitungan tahun Islam bermula
sejak kejadian di masa Umar bin Al-Khattab r.a. Salah satu riwayat menyebutkan
yaitu ketika khalifah mendapat surat balasan yang mengkritik bahwa suratnya
terdahulu dikirim tanpa angka tahun. Beliau lalu bermusyawarah dengan para
shahabat dan singkat kata, mereka pun berijma’ untuk menjadikan momentum tahun
di mana terjadi peristiwa hijrah Nabi saw. sebagai awal mula perhitungan tahun
dalam Islam.
Sedangkan sistem kalender qamariyah berdasarkan peredaran
bulan konon sudah dikenal oleh bangsa Arab sejak lama. Demikian juga nama-nama
bulannya serta jumlahnya yang 12 bulan dalam setahun. Bahkan mereka sudah
menggunakan bulan Muharram sebagai bulan pertama dan Dzulhijjah sebagai bulan
ke-12 sebelum masa kenabian.
Sehingga yang dijadikan titik acuan hanyalah tahun dimana
terjadi peristiwa hijrah Nabi saw.. Bukan bulan dimana peristiwa hijrahnya
terjadi. Sebab menurut riwayat, beliau dan Abu Bakar r.a.hijrah ke Madinah pada bulan Sya’ban,
atau bulan Rabiul Awwal menurut pendapat yang lain, tapi yang pasti bukan di
bulan Muharram. Namun bulan pertama dalam kalender Islam tetap bulan Muharram.
Alasan Muharram Dijadikan Bulan Pertama.
Penting untuk dicatat disini adalah pilihan para shahabat
menjadikan peristiwa hijrah nabi sebagai titik tolak awal perhitungan kalender
Islam. Mengapa bukan berdasarkan tahun kelahiran Nabi saw.? Mengapa bukan
berdasarkan tahun beliau diangkat menjadi Nabi? Mengapa bukan berdasarkan tahun
Al-Qur’an turun pertama kali? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya perang
Badar? Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya pembebasan kota Mekkah?
Mengapa bukan berdasarkan tahun terjadinya haji Wada’ (perpisahan) dan mengapa
bukan berdasarkan tahun meninggalnya Rasulullah saw?
Jawabannya adalah karena peristiwa hijrah itu menjadi
momentum di mana umat Islam secara resmi menjadi sebuah badan hukum yang
berdaulat, diakui keberadaannya secara hukum international. Sejak peristiwa
hijrah itulah umat Islam punya sistem undang-undang formal, punya pemerintahan
resmi dan punya jati diri sebagai sebuah negara yang berdaulat. Sejak itu hukum
Islam tegak dan legitimate, bukan aturan liar tanpa dasar hukum. Dan sejak
itulah hukum qishash dan hudud seperti memotong tangan pencuri,
merajam/mencambuk pezina, menyalib pembuat huru-hara dan sebagainya mulai
berlaku. Dan sejak itulah umat Islam bisa duduk sejajar dengan negara/kerajaan
lain dalam percaturan dunia international.
Kondisi itu terus berlangsung hingga umat Islam melewati
masa-masa yang panjang setelah wafatnya beliau, masa khualfaur-rasyidin, masa
khilafah Bani Umayyah, Bani Abbasiyah dan masa khilafah Bani Utsmani.
Wilayahnya membentang dari Maroko hingga Marauke di mana separuh bulatan muka
bumi menjadi sebuah negeri yang satu, daulah Islamiyah.
Hingga kemudian semua itu berakhir pada abad 20 Masehi (abad
14 hijriyah) dengan ditumbangkannya khilafah Turki Utsmani pada tahun 1924 oleh
Musthapa Kemal Ataturk. Seorang pemimpin boneka yang bekerja di bawah perintah
zionis Yahudi dan konspirasi jahat international. Seiring dengan tumbangnya
khilafah Islamiyah terakir, umat Islam yang berjumlah 1,5 milyar di muka bumi
ini tidak lagi punya satu pemimpin, tidak punya badan hukum dan tidak punya
khilafah. Semua hidup di bawah tekanan pemerintahan boneka masing-masing yang
kecil, lemah, miskin, tertekan dan tertindas di bawah hegemoni mantan
penjajahnya.
Bersamaan dengan itu, isi perut bumi mereka serta kekayaan
alam lainnya dikuras habis oleh para musuhnya tanpa setitik pun perlawanan yang
berarti. Hukum dan undang-undang yang berlaku tidak lain adalah produk sampah
para penjajah. Kurikulum pendidikannya telah melahirkan anak-anak generasi yang
mising link serta jauh dari atmosfir Islam.
Semua ini adalah tantangan berat yang harus dilalui oleh kita
yang hidup di masa sekarang ini. Dan sejak meninggalkan tahun 1400 hijryah,
sudah dicanangkan oleh Rabithah Alam Islami bahwa abad ke-15 hijriyah adalah
abad kebangkitan Islam. Masuk tahun baru ini, kita sudah melewati kuartal
pertama dari abad 15 hijriyah. Sudahkah tanda-tanda kebangkitan itu nampak?
Kita bisa menilainya masing-masing.
Tentang Merayakan Tahun Baru Hijriah.
Secara fiqih Islami, tidak ada perintah secara khusus dari
Rasulullah saw. untuk melakukan perayaan penyambutan tahun baru secara ritual.
Bukankah penetapan sistem kalender Islam baru saja dilakukan di masa khalifah
Umar bin Al-Khattab r.a.? Selain itu memang kami tidak mendapati nash yang
sharih tentang ritual khusus penyambutan tahun baru, apalagi dengan i’tikaf,
shalat qiyamullail atau zikir-zikir tertentu. Kalau pun ada, hadits-haditsnya
sangat lemah bahkan sampai kepada derajat maudhu’ dan mungkar hadits.
Namun bukan berarti kegiatan penyambutan tahun baru itu
menjadi terlarang dilakukan. Sebab selama tidak ada nash yang mengharamkan
secara langsung dan kegiatan itu tidak terkait langsung dengan ibadah ritual
yang diada-adakan, hukumnya hala-halal saja. Terutama bila kegiatan itu memang
punya manfaat besar baik secara dakwah Islam maupun syiarnya. Yang penting
jangan sampai menimbulkan salah interpretasi bahwa tiap malam satu Muharram
disunnahkan qiyamullail atau beribadah ritual secara khusus di masjid. Sebab
hal itu akan menimbulkan kerancuan (fitnah) dikemudian hari yang harus
diantisipasi.
Kemuliaan Muharram
Salah kaprah dalam penyambutan Tahun Baru Hijriah
masih banyak terjadi.
Karena bulan Muharram adalah bulan suci bagi kaum muslimin, maka sebagian orang
menjadikannya sebagai hari besar yang harus diperingati. Sehingga sebagian kaum
muslimin melakukan berbagai ritual untuk memperingati dan merayakannya. Ada
yang lebih parah dari itu bahwa sebagian mereka melakukan acara-acara yang pada
hakekatnya adalah syirik. Seperti yang terjadi di daerah Yogyakarta, budaya
larung sesaji bulan Muharram, di Surakarta ada arak-arakan kerbau yang bernama
Kiai Slamet, di Gunung Lawu ada ritual khusus yang dilakukan oleh sebagian
orang di malam tanggal satu Muharram atau lebih dikenal dengan Malam Satu Sura,
dan masih ada segudang contoh yang lain. Ini membuktikan betapa tingginya
tingkat kebodohan umat, sehingga mereka terjerumus ke dalam jurang kemusyrikan
yang begitu dalam.
Sikap Yang Tepat
adalah menyambut tahun baru Hijriah ini dengan meningkatkan
ketaatan kepada Allah, mengintrospeksi diri, melakukan pembenahan dan pembaruan
terhapap amal-amal perbuatan kita yang rusak, dan memperbaiki hubungan dengan
sesama manusia; terutama keluarga, mulai istri, anak-anak, dan karib kerabat.
Karena seseorang akan dimintai pertanggung jawaban nanti hari kiamat tentang
mereka. Allah berfirman, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
(At-Tahrim: 6). Selain itu, hendaknya kita melaksanakan apa yang diperintahkan
Allah kepada kita dengan sebaik-baiknya, karena nanti di hari kiamat, anggota
tubuh seseorang akan berposisi sebagai musuh baginya. Yaitu ketika Allah
menutup mulut seorang hamba lalu tangan dan kaki dan anggota tubuh lainnya
berbicara mengungkapkan apa yang pernah dilakukannya. Allah berfirman, “Sehingga
apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka
menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan
mereka berkata kepada kulit mereka, ‘Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?’
Kulit mereka menjawab. ‘Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata
telah menjadikan kami pandai (pula) berkata’, dan Dia-lah yang menciptakan kamu
pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. Kamu
sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan
dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui
kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan’. Dan yang demikian itu adalah
prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Tuhanmu, prasangka itu telah
membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”
(Ash-Shaffat: 20-23). Pada Al-Qur’an terjemahan Depag diterangkan bahwa mereka
itu memperbuat dosa dengan terang-terangan karena mereka menyangka bahwa Allah
tidak mengetahui perbuatan mereka dan mereka tidak mengetahui bahwa
pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka akan menjadi saksi di akhirat kelak
atas perbuatan mereka.
Hakekat Tahun baru.
ketika satu tahun berlalu, berarti satu tahun lebih dekat
dengan kuburan. Hendaknya kita berupaya menjadikan setiap tahun lebih baik
daripada tahun yang sebelumnya. Pada hakekatnya, satu tahun berlalu, berarti
satu tahun lebih dekat dengan kuburan. Maka, hendaknya kita mempergunakan sisa
waktu dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah. Sesungguhnya
dunia tidak akan sejahtera kecuali dengan tegaknya agama. Kemuliaan, keagungan,
dan ketinggian derajat tidak akan diperoleh kecuali bagi orang yang tunduk,
patuh, dan berendah diri di hadapan Allah. Keamanan serta kedamaian tidak akan
terwujud kecuali dengan mengikuti konsep para Rasulullah saw.
Puasa Sunnah Muharram.
Nabi saw. menganjurkan umatnya untuk mengerjakan puasa pada
bulan Muharram yang mulia, yaitu puasa sunah pada tanggal sepuluhnya. Dan,
puasa ini adalah puasa yang paling afdhal setelah puasa Ramadhan. Kemudian,
untuk menyelisihi kaum Yahudi yang juga berpuasa di tanggal sepuluh bulan
tersebut, maka Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam mengisyaratkan untuk berpuasa
pula pada tanggal sembilannya. Dan, puasa sunah bulan Muharram, akan menghapus
dosa-dosa setahun sebelumnya. Rasulullah saw. bersabda,
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Puasa hari ‘Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar
menghapuskan dosa setahun yang telah lalu.” (HR. Muslim no. 1975).
ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa
tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Sumber : Wikipedia
Post a Comment